llmu
ukur tanah merupakan bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang
dinamakan ilmu Geodesi. Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud :
- Maksud ilmiah : menentukan bentuk permukaan bumi
- Maksud praktis : membuat bayangan yang dinamakan peta dari sebagian besar atau sebagian kecil permukaan bumi.
Pada
maksud kedua inilah yang sering disebut dengan istilah pemetaan.
Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu :
- Geodetic Surveying
- Plan Surveying
Perbedaan prinsip dari dua jenis pengukuran dan pemetaan di atas adalah :
- Geodetic surveying suatu pengukuran untuk menggambarkan permukaan bumi pada bidang melengkung/ellipsoida/bola. Geodetic Surveying adalah llmu, seni, teknologi untuk menyajikan informasi bentuk kelengkungan bumi atau pada kelengkungan bola.
- Plan Surveying adalah merupakan llmu seni, dan teknologi untuk menyajikan bentuk
permukaan
bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia pada bidang yang
dianggap datar. Plan surveying di batasi oleh daerah yang sempit yaitu
berkisar antara 0.5 derajat x 0.5 derajat atau 55 km x 55 km.
Bentuk
bumi merupakan pusat kajian dan perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses
penggambaran permukaan bumi secara fisiknya adalah berupa bola yang
tidak beraturan bentuknya dan mendekati bentuk sebuah jeruk. Hal
tersebut terbukti dengan adanya pegunungan, Lereng - lereng, dan jurang
jurang. Karena bentuknya yang tidak beraturan maka diperlukan suatu
bidang matematis. Para pakar kebumian yang ingin menyajikan informasi
tentang bentuk bumi, mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak
beraturan ini, oleh sebab itu, mereka berusaha mencari bentuk sistematis
yang dapat mendekati bentuk bumi
Awalnya
para ahli memilih bentuk bola sebagai bentuk bumi. Namum pada
hakekatnya, bentuk bumi mengalami pemepatan pada bagian kutub -
kutubnya, hal ini terlihat dari Fenomena lebih panjangnya jarak
lingkaran pada bagian equator di bandingkan dengan jarak pada lingkaran
yang melalui kutub utara dan kutub selatan dan akhirnya para ahli
memilih Ellipsoidal atau yang dinamakan ellips yang berputar dimana
sumbu pendeknya adalah suatu sumbu yang menghubungkan kutub utara dan
sumbu kutub selatan yang merupakan poros perputaran bumi, sedangkan
sumbu panjangnya adalah sumbu yang menghubungkan equator dengan equator
yang lain dipermukaan sebaliknya.
Bidang
Ellipsoide adalah bila luas daerah lebih besar dari 5500 Km2,
ellipsoide ini di dapat dengan memutar suatu ellips dengan sumbu
kecilnya sebagai sumbu putar a = 6377.397, dan sumbu kecil b = 6356.078
m. Bidang bulatan adalah elips dari Bessel mempunyai sumbu kurang dari
100 km. Jari - jari bulatan ini dipilih sedemikian, sehingga bulatan
menyinggung permukaan bumi di titik tengah daerah. Bidang datar adalah
bila daerah mempunyai ukuran terbesar tidak melebihi 55 km (kira-kira 10
jam jalan). Terbukti, bahwa bentuk bumi itu dapat dianggap sebagai
bentuk ruang yang terjadi dengan memutar suatu ellips dengan sumbu
kecilnya sebagai sumbu putar. Bilangan - bilangan yang penting mengenai
bentuk bumi yang banyak digunakan dalam ilmu geodesi adalah :
Sumbu panjang ellipsoid a
Sumbu panjang ellipsoid b
Angka pergepengan x = a - b
Yang banyak dipakai adalah 1 = a
Eksentrisitas kesatu e2 = a2 - b2
Eksentrisitas kedua e’2 = a2 - b2
Ellipsoid Bumi Internasional yang terakhir diusulkan pada tahun 1967
oleh: International Assosiation of Geodesy (l.A.G) Pada Sidang Umum
International Union of Geodesy and Geophysics, dan diterimanya dengan
dimensi :
a = 6.37788.116660,000 m
b = 6.356.774, 5161 m
e2 = 0, 006.694.605.329, 56
e'2 = 0, 006..739.725.182, 32
1 = 298,247.167.427
Salah
satu hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan ellipsoidal bumi
adalah bahwa ellipsoide bumi itu mempunyai komponen – komponen sebagai
berikut :
- a adalah sumbu setengah pendek atau jari - jari equator,
- b adalah setengah sumbu pendek atau jari - jari kutub,
- pemepatan atau penggepengan yaitu sebagai parameter untuk menentukan bentuk ellipsoidal/ellips,
- eksentrisitet pertama dan eksentrisitet kedua
Keterangan :
0 = pusat bumi (pusat ellipsoide bumi)
Ku = Kutub Utara bumi
Ks = Kutub selatan bumi
EK = ekuator bumi
Untuk
skala yang lebih luas, asumsi ini tidak dapat diterapkan mengingat pada
kenyataannya permukaan bumi berbentuk lengkungan bola. Asumsi bumi
datar hanya dapat diterapkan sejauh kesalahan jarak dan sudut yang
terjadi akibat efek kelengkungan bumi masih dapat diabaikan.
Lingkar
paralel adalah lingkaran yang memotong tegak lurus terhadap sumbu putar
bumi. Lingkaran paralel yang tepat membagi dua belahan bumi utara -
selatan yaitu lingkar paralel 00 disebut lingkaran equator. Lingkar
paralel berharga positif ke utara hingga 90° pada titik kutub utara dan
sebaliknya negatif ke selatan hingga -900 pada titik kutub selatan.
Lingkar meridian adalah lingkaran yang sejajar dengan sumbu bumi dan
memotong tegak lurus bidang equator. Setengah garis lingkar meridian
yang melalui kota Greenwich di UK (dari kutub utara ke kutub selatan)
disepakati sebagai garis meridian utama, yaitu longituda 00. Setengah
lingkaran tepat 1800 di belakang garis meridian utama disepakati sebagai
garis penanggalan internasional. Kedua garis ini membagi belahan bumi
menjadi belahan barat dan belahan timur.
Bentuk
bumi yang asli tidaklah bulat sempurna (agak lonjong) namun pendekatan
bumi sebagai bola sempurna masih cukup relevan untuk sebagian besar
kebutuhan, termasuk penentuan kedudukan dengan tingkat presisi yang
relatif rendah.
Pada
kenyataannya kita ingin menyajikan permukaan bumi dalam bentuk bidang
datar. Oleh sebab itu, bidang bola atau bidang ellipsoide yang akan
dikupas pasti ada distorsi atau ada perubahan bentuk karena harus ada
bagian dari bidang speroid itu yang tersobekan dengan kenyataan tersebut
didekati dengan perantara bidang proyeksi. Bidang proyeksi ini terbagi
dalam tiga jenis, yaitu :
- Bidang proyeksi bidang datarnya sendiri atau dinamakan perantara azimuthal dan zenithal,
- Bidang perantara yang berbentuk kerucut dinamakan bidang perantara conical,
- Bidang proyeksi yang menggunakan bidang perantara berbentuk silinder yang dinamakan bidang perantara cylindrical.
Dari
bidang perantara ini ada aspek geometric dari permukaan bumi matematis
itu ke bidang datar berhubungan dengan luas, maka dinamakan proyeksi
equivalent, berhubungan dengan jarak (jarak dipermukaan bumi sama dengan
jarak pada bidang datar dalam perbandingan skalanya) dinamakan proyeksi
equidistance dan berhubungan dengan sudut (sudut permukaan bumi sama
dengan sudut di bidang datar) dinamakan proyeksi conform. Contoh
aplikasi yang mempertahankan geometric itu adalah proyeksi equivalent
yaitu pemetaan yang biasanya digunakan oleh BPN, proyeksi equidistance
yaitu pemetaan yang digunakan departemen perhubungan dalam hal ini
misalnya jaringan jalan. Sedangkan proyeksi conform yaitu pemetaan yang
digunakan untuk keperluan navigasi laut atau udara
Berdasarkan
bidang perantara yang diterangkan di atas yaitu ada 3 jenis bidang
perantara dan mempunyai 3 jenis geometric maka kita bisa menggunakan 27
kombinasi/ variasi/ altematif untuk memproyeksikan titik-titik di atas
permukaan bumi pada bidang datar. Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri
dari tiga bagian besar yaitu :
- Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV)
- Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH)
- Pengukuran Titik - titik Detail
Pekerjaan Survei dan Pemetaan
Dalam
pembuatan peta yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai
dengan melakukan pengukuranpengukuran di atas permukaan bumi yang
mempunyai bentuk tidak beraturan. Pengukuran-pengukuran dibagi dalam
pengukuran yang mendatar untuk mendapat hubungan titik - titik yang
diukur di atas permukaan bumi (Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal) dan
pengukuran - pengukuran tegak guna mendapat hubungan tegak antara titik
- titik yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal) serta
pengukuran titik - titik detail.
Kerangka
dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada kawasan yang tidak
luas, sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai bidang datar, umumnya
merupakan bagian pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan
paket pekerjaan perencanaan dan atau perancangan bangunan teknik sipil.
Titik - titik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan tebih dahulu
koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata dengan kerapatan
tertentu, permanen, mudah dikenali dan didokumentasikan secara baik
sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya.
Dalam
perencanaan bangunan Sipil misalnya perencanaan jalan raya, jalan
kereta api, bendung dan sebagainya, Peta merupakan hal yang sangat
penting untuk perencanaan bangunan tersebut. Untuk memindahkan titik -
titik yang ada pada peta perencanaan suatu bangunan sipil ke lapangan
(permukaan bumi) dalam pelaksanaanya pekerjaan sipil ini dibuat dengan
pematokan/ staking out, atau dengan perkataan lain bahwa pematokan
merupakan kebalikan dari pemetaan.
Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Kerangka
dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik -
titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa
ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu.
Bidang
ketinggian rujukan ini biasanya berupa ketinggian muka air laut rata -
rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan lokal.
- Metode sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur.
- Pengukuran Trigonometris prinsipnya
adalah Mengukur jarak langsung (Jarak Miring), tinggi alat, tinggi,
benang tengah rambu, dan suclut Vertikal (Zenith atau Inklinasi).
- Pengukuran Barometris pada prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer.
Metode
sipat datar merupakan metode yang paling teliti dibandingkan dengan
metode trigonometris dan barometris. Hal ini dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori perambatan kesalahan yang dapat diturunkan melalui
persamaan matematis diferensial parsial.
Metode Pengukuran Sipat Datar Optis
Metode
sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat datar
optis di lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran
beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis masih merupakan
cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian
kerangka dasar vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar
perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang.
Maksud
pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda
tinggi h diketahui antara dua titik a dan b, sedang tinggi titik A
diketahui sama dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari titik A, maka
tinggi titik B, Hb = Ha + h yang diartikan dengan beda tinggi antara
titik A clan titik B adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui
titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah bidang yang lengkung, tetapi
bila jarak antara titik - titik A dan B dapat dianggap sebagai Bidang
yang mendatar.
Untuk
melakukan dan mendapatkan pembacaan pada mistar yang dinamakan pula
Baak, diperlukan suatu garis lurus, Untuk garis lurus ini tidaklah
mungkin seutas benang, meskipun dari kawat, karena benang ini akan
melengkung, jadi tidak lurus. Bila diingat tentang hal hal yang telah di
bicarakan tentang teropong, maka setelah teropong dilengkapi dengan
diafragma, pada teropong ini di dapat suatu garis lurus ialah garis
bidik. Garis bidik ini harus di buat mendatar supaya dapat digunakan
untuk menentukan beda tinggi antara dua titik, ingatlah pula nivo pada
tabung, karena pada nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang dapat
mendatar dengan ketelitian besar.
Garis
lurus ini ialah tidak lain adalah garis nivo. Maka garis arah nivo yang
dapat mendatar dapat pula digunakan untuk mendatarkan garis bidik di
dalam suatu teropong, caranya; tempatkan sebuah nivo tabung diatas
teropong. Supaya garis bidik mendatar, bila garis arah nivo di datarkan
dengan menempatkan gelembung di tengahtengah, perlulah lebih dahulu.
Garis
bidik di dafam teropong, dibuat sejajar dengan garis arah nivo. Hal
inilah yang menjadi syarat utama untuk semua alat ukur penyipat datar.
Dalam pengukuran Sipat Datar Optis bisa menggunakan Alat sederhana
dengan spesifikasi alat penyipat datar yang sederhana terdiri atas dua
tabung terdiri dari gelas yang berdiri dan di hubungkan dengan pipa
logam. Semua ini dipasang diatas statif. Tabung dari gelas dan pipa
penghubung dari logam di isi dengan zat cair yang berwarna. Akan tetapi
ketelitian membidik kecil, sehingga alat ini tidak digunakan orang lagi.
Perbaikan dari alat ini adalah mengganti pipa logam dengan slang dari
karet dan dua tabung gelas di beri skala dalam mm. Cara menghitung
tinggi garis bidik atau benang tengah dari suatu rambu dengan
menggunakan alat ukur sifat datar (waterpass). Rambu ukur berjumlah 2
buah masing - masing di dirikan di atas dua patok yang merupakan titik
ikat jalur pengukuran alat sifat optis kemudian di letakan di tengah -
tengah antara rambu belakang danmuka. Alat sifat datar diatur sedemikian
rupa sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu dengan mengetengahkan
gelembung nivo.
Setelah
gelembung nivo di ketengahkan barulah di baca rambu belakang dan rambu
muka yang terdiri dari bacaan benang tengah, atas dan bawah. Beda tinggi
slag tersebut pada dasarnya adalah pengurangan benang tengah belakang
dengan benang tengah muka.
Berikut ini adalah syarat - syarat untuk alat penyipat datar optis :
- Garis
arah nivo harus tegak lurus pada sumbu kesatu alat ukur penyipat datar.
Bila sekarang teropong di putar dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar
dan garis bidik di arahkan ke mistar kanan, maka sudut a antara garis
arah nivo dan sumbu kesatu pindah ke arah kanan, dan ternyata garis arah
nivo dan dengan sendirinya garis bidik tidak mendatar, sehingga garis
bidik yang tidak mendatar tidaklah dapat digunakan untuk pembacaan b
dengan garis bidik yang mendatar, haruslah teropong dipindahkan keatas,
sehingga gelembung di tengah - tengah.
- Benang mendatar diagfragma harus tegak
lurus pada sumbu kesatu. Pada pengukuran titik tinggi dengan cara
menyipat datar, yang dicari selalu titik potong garis bidik yang
mendatar dengan mistar - mistar yang dipasang diatas titiktitik, sedang
diketahui bahwa garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan dua
titik potong benang atau garis diagframa dengan titik tengah lensa
objektif teropong.
- Garis bidik teropong harus sejajar
dengan garis arah nivo. Garis bidik adalah Garis lurus yang
menghubungkan titik tengah lensa objektif dengan titik potong dua garis
diafragma, dimana pada garis bidik pada teropong harus sejajar dengan
garis arah nivo sehingga hasil dari pengukuran adalah hasil yang teliti
dan tingkat kesaIahannya sangat keciI. Alat - alat yang biasa digunakan
dalam pengukuran kerangka dasar vertikal metode sipat datar optis
adalah:
- Alat Sipat Datar
- Pita Ukur
- Rambu Ukur
- Statif
- Unting – UntinG
Metode Pengukuran Barometris
Pengukuran
Barometris pada prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer.
Pengukuran tinggi dengan menggunakan metode barometris dilakukan dengan
menggunakan sebuah barometer sebagai alat utama.
Seperti
telah di ketahui, Barometer adalah alat pengukur tekanan udara. Di
suatu tempat tertentu tekanan udara sama dengan tekanan udara dengan
tebal tertentu pula. Idealnya pencatatan di setiap titik dilakukan dalam
kondisi atmosfer yang sama tetapi pengukuran tunggal hampir tidak
mungkin dilakukan karena pencatatan tekanan dan temperatur udara
mengandung kesalahan akibat perubahan kondisi atmosfir. penentuan beda
tinggi dengan cara mengamati tekanan udara di suatu tempat lain yang
dijadikan referensi dalam hal ini misalnya elevasi ± 0,00 meter
permukaan air laut rata - rata.
Keterangan :
p = massa jenis rasa air raksa (hidragirum)
g = gravitasi - 9.8 mJsZ - 10 m/s2
h = tinggi suatu titik dari MSL ( Mean Sea level )
Metode Pengukuran Trigonometris
Pengukuran
kerangka dasar vertikal metode trigonometris pada prinsipnya adalah
perolehan beda tinggi melalui jarak langsung teropong terhadap beda
tinggi dengan memperhitungkan tinggi alat, sudut vertikal (zenith atau
inklinasi) serta tinggi garis bidik yang diwakili oleh benang tengah
rambu ukur. Alat theodolite, target dan rambu ukur semua berada diatas
titik ikat. Prinsip awal penggunaan alat theodolite sama dengan alat
sipat datar yaitu kita harus mengetengahkan gelembung nivo terlebih
dahulu baru kemudian membaca unsur - unsur pengukuran yang lain. Jarak
langsung dapat diperoleh melalui bacaan optis benang atas dan benang
bawah atau menggunakan alat pengukuran jarak elektronis yang sering
dikenal dengan nama EDM (Elektronic Distance Measurement). Untuk
menentukan beda tinggi dengan cara trigonometris diperlukan alat
pengukur sudut (Theodolit) untuk dapat mengukur sudut sudut tegak.Sudut
tegak dibagi dalam dua macam,ialah sudut miring m clan sudut zenith
z, sudut miring m diukur mulai ari keadaan mendatar, sedang sudut zenith
z diukur mulai dari keadaan tegak lurus yang selalu ke arah zenith
alam.
Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal
Untuk
mendapatkan hubungan mendatar titik - titik yang diukur di atas
permukaan bumi maka perlu dilakukan pengukuran mendatar yang disebut
dengan istilah pengukuran kerangka dasar Horizontal. Jadi untuk hubungan
mendatar diperlukan data sudut mendatar yang diukur pada skafa
lingkaran yang letaknya mendatar. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka
dasar horizontal adalah :
- Metode Poligon
- Metode Triangulasi
- Metode Trilaterasi
- Metode kuadrilateral
- Metode Pengikatan ke muka
- Metode Pengikatan ke belakang cara Collins dan Cassini
Metode Pengukuran Poligon
Poligon
digunakan apabila titik - titik yang akan di cari koordinatnya terletak
memanjang sehingga terbentuk segi banyak (poligon). Pengukuran dan
Pemetaan Poligon merupakan salah satu pengukuran dan pemetaan kerangka
dasar horizontal yang bertujuan untuk memperoleh koordinat planimetris
(X,Y) titik - titik pengukuran. Pengukuran poligon sendiri mengandung
arti salah satu metode penentuan titik diantara beberapa metode
penentuan titik yang lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas,
pengukuran cara poligon merupakan pilihan yang sering di gunakan,
karena cara tersebut dapat dengan mudah menyesuaikan diti dengan keadaan
daerah/lapangan. penentuan koordinat titik dengan cara poligon ini
membutuhkan,
Koordinat Awal
Bila
diinginkan sistem koordinat terhadap suatu sistim tertentu, haruslah
dipilih koordinat titik yang sudah diketahui misalnya: titik triangulasi
atau titik - titik tertentu yang mempunyai hubungan dengan lokasi yang
akan dipatokkan. Bila dipakai system koordinat lokal pilih salah satu
titik, BM kemudian beri harga koordinat tertentu dan tititk tersebut
dipakai sebagai acuan untuk titik - titik lainya.
Koordinat Akhir
Koordinat
titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat Geometri hitungan koordinat
dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai sistem koordinat yang
sama dengan koordinat awal
Azimuth Awal
Azimuth
awal ini mutlak harus diketahui sehubungan dengan arah orientasi dari
system koordinat yang dihasilkan dan pengadaan datanya dapat di tempuh
dengan dua cara yaitu sebagai berikut :
- Hasil hitungan dari koordinat titik - titik yang telah diketahui dan akan dipakai sebagai tititk acuan system koordinatnya.
- Hasil pengamatan astronomis (matahari).
Pada
salah satu titik poligon sehingga didapatkan azimuth ke matahari dari
titik yang bersangkutan. Dan selanjutnya dihasilkan azimuth kesalah satu
poligon tersebut dengan ditambahkan ukuran sudut mendatar (azimuth
matahari).
Data Ukuran Sudut dan Jarak
Sudut mendatar pada setiap stasiun dan jarak antara dua titik kontrol perlu diukur di lapangan.
Data
ukuran tersebut, harus bebas dari sistematis yang terdapat (ada alat
ukur) sedangkan salah sistematis dari orang atau pengamat dan alam di
usahakan sekecil mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan.
Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
Poligon berdasarkan visualnya :
Poligon berdasarkan geometriknya :
- poligon terikat sempurna
- poligon terikat sebagian
- poligon tidak terikat
Untuk
mendapatkan nilai sudut - sudut dalam atau sudut-sudut luar serta jarak
jarak mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau diukur di
lapangan menggunakan alat pengukur jarak yang mempunyai tingkat
ketelitian tinggi.
Poligon
digunakan apabila titik - titik yang akan dicari koordinatnya terletak
memanjang sehingga membentuk segi banyak (poligon). Metode poligon
merupakan bentuk yang paling baik di lakukan pada bangunan karena
memperhitungkaan bentuk kelengkungan bumi yang pada prinsipnya cukup di
tinjau dari bentuk fisik di lapangan dan geometriknya. Cara pengukuran
polygon merupakan cara yang umum dilakukan untuk pengadaan kerangka
dasar pemetaan pada daerah yang tidak terlalu luas sekitar (20 km x 20
km).
Berbagai
bentuk poligon mudah dibentuk untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk
medan pemetaan dan keberadaan titik – titik rujukan maupun pemeriksa.
Tingkat ketelitian sistem koordinat yang diinginkan dan kedaan medan
lapangan pengukuran merupakan faktor - faktor yang menentukan dalam
menyusun ketentuan poligon kerangka dasar.Tingkat ketelitian umum
dikaitkan dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan.
Sistem koordinat dikaitkan dengan keperluan pengukuran pengikatan.
Medan lapangan pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok
sebagai penanda titik di lapangan dan juga berkaitan dengan jarak selang
penempatan titik.
Metode Pengukuran Triangulasi
Triangulasi
digunakan apabila daerah pengukuran mempunyai ukuran panjang dan lebar
yang sama, maka dibuat jaring segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur
adalah sudut dalam tiap - tiap segitiga. Metode Triangulasi. Pengadaan
kerangka dasar horizontal di Indonesia dimulai di pulau Jawa oleh
Belanda pada tahun 1862. Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan
Belanda ini dikenal sebagai titik triangulasi, karena pengukurannya
menggunakan cara triangulasi. Hingga tahun 1936, pengadaan titik
triangulasi oleh Belanda ini telah mencakup pulau Jawa dengan datum
Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra dengan datum Padang, Sumatra Selatan
dengan datum Gunung Dempo, pantai Timur Sumatra dengan datum Serati,
kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik dengan datum Gunung Genuk, pulau
Bangka dengan datum Gunung Limpuh, Sulawesi dengan datum Moncong Lowe,
kepulauan Riau dan Lingga dengan datumGunung Limpuh dan kalimantan
Tenggara dengan datum Gunung Segara. Posisi horizontal (X, Y) titik
triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Mercator, sedangkan posisi
horizontal peta topografi yang dibuat dengan ikatan dan pemeriksaan ke
titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Polyeder. Titik
triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat berjenjang turun berulang,
dari cakupan luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 - 40 km
hingga paling kasar pada cakupan 1 - 3 km.
Selain
posisi horizontal (X Y) dalam sistem proyeksi Mercator, titik-titik
triangulasi ini juga dilengkapi dengan informasi posisinya dalam sistem
geografis (j,I) dan ketinggiannya terhadap muka air laut rata-rata yang
ditentukan dengan cara trigonometris.
Triangulasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Bentuk geometri triangulasi terdapat tiga buah bentuk geometrik dasar triangulasi, yaitu :
- Rangkaian
segitiga yang sederhana cocok untuk pekerjaan - pekerjaan dengan orde
rendah untuk ini dapat sedapat mungkin diusahakan sisi - sisi segitiga
sama panjang.
- Kuadrilateral merupakan bentuk yang
terbaik untuk ketelitian tinggi, karena lebih banyak syarat yang dapat
dibuat. Kuadrilateral tidak boleh panjang dan sempit.
- Titik pusat terletak antara 2 titik yang terjauh dan sering di perlukan.
Metode Pengukuran Trilaterasi
Trilaterasi
digunakan apabila daerah yang diukur ukuran salah satunya lebih besar
daripada ukuran lainnya, maka dibuat rangkaian segitiga. Pada cara ini
sudut yang diukur adalah semua sisi segitiga. Metode Trilaterasi yaitu
serangkaian segitiga yang seluruh jarak - jaraknya di ukur di lapangan.
Pada
jaring segitiga akan selalu diperoleh suatu titik sentral atau titik
pusat. Pada titik pusat tersebut terdapat beberapa buah sudut yang
jumlahnya sama dengan 360 derajat.
Metode Pengukuran Pengikatan ke Muka
Pengikatan
ke muka adalah suatu metode pengukuran data dari dua buah titik di
lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di
lapangan tempat berdiri target (rambu ukur, benang, unting - unting)
yang akan diketahui koordinatnya dari titik tersebut. Garis antara kedua
titik yang diketahui koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut dalam
yang dibentuk absis terhadap target di titik B dinamakan sudut beta.
Sudut beta dan alfa diperofeh dari tapangan.
Pada
metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk
yang digunakan metoda ini adalah bentuk segi tiga. Akibat dari sudut
yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah
satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan
besar segitinya.
Metode Pengukuran Collins dan Cassini
Metode
pengukuran Collins dan Cassini merupakan salah satu metode dalam
pengukuran kerangka dasar horizontal untuk menentukan koordinat titik -
titik yang diukur dengan cara mengikat ke belakang pada titik tertentu
dan yang diukur adalah sudut - sudut yang berada di titik yang akan
ditentukan koordinatnya. Pada era mengikat ke belakang ada dua metode
hitungan yaitu dengan cara Collins dan Cassini.
Adapun
perbedaan pada kedua metode di atas terletak pada cara perhitungannya,
cara Collins menggunakan era perhitungan logaritma. Adapun pada metode
Cassini menggunakan mesin hitung. Sebelum alat hitung berkembang dengan
balk, seperti masa kini maka perhitungan umumnya dilakukan dengan
bantuan daftar logaritma. Adapun metode Cassini menggunakan alat hitung
karena teori ini muncul pada saat adanya alat hitung yang sudah mulai
berkembang. Pengikatan kebelakang metode Collins merupakan model
perhitungan yang berfungsi untuk mengetahui suatu letak titik koordinat,
yang diukur melalui titik-titik koordinat lain yang sudah diketahui.
Pada
pengukuran pengikatan ke belakang metode Collins, alat theodolite
ditegakkan di atas titik yang ingin atau belum diketahui koordinatnya.
Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P ini akan diukur melalui
titik-titik lain yang koordinatnya sudah diketahui terlebih dahulu.
Misalkan titik lainnya itu titik A, B, dan titik C. Pertama titik P
diikatkan pada dua buah titik lain yang telah diketahui koordinatnya,
yaitu diikat pada titik A dan titik B. Ketiga titik tersebut dihubungkan
oleh suatu lingkaran dengan jari - jari tertentu, sehingga titik C
berada di luar lingkaran.
Kemudian
tariklah titik P terhadap titik C. Dari hasil penarikan garis P
terhadap G akan memotong tali busur lingkaran, dan potongannya akan
berupa titik hasil dari pertemuan persilangan garis dan tali busur.
Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini merupakan titik
penolong Collins. Sehingga dari informasi koordinat titik A, B, dan G
serta sudut-sudut yang dibentuknya, maka koordinat titik P akan dapat
diketahui.
- titik A, B ,dan C merupakan titik koordinat yang sudah diketahui.
- titik P adalah titik yang akan dicari koordinatnya.
- titik H adalah titik penolong collins
yang dibentuk oleh garis P terhadap C dengan lingkaran yang dibentuk
oleh titik-titik A, B, dan P.
Sedangkan
Metode Cassini adalah cara pengikatan kebelakang yang menggunakan mesin
hitung atau kalkulator. Pada cara ini theodolit diletakkan diatas titik
yang belum diketahui koordinatnya.
Pada
cara perhitungan Cassini memerlukan dua tempat kedudukan untuk
menentukan suatu titik yaitu titik P. Lalu titik P diikat pada titik -
titik A, B dan C. Kemudian Cassini membuat garis yang melalui titik A
dan tegak lurus terhadap garis AB serta memotong tempat kedudukan yang
melalui A dan B, titik tersebut diberi nama titik R. Sama halnya Cassini
pula membuat garis lurus yang melalui titik C dan tegak lurus terhadap
garis BC serta memotong tempat kedudukan yang melalui B dan C, titik
tersebut diberi nama titik S.
Sekarang
hubungkan R dengan P dan S dengan P. Karena 4 BAR = 900, maka garis BR
merupakan garis tengah lingkaran, sehingga 4 BPR = 900. Karena ABCS= 900
maka garis BS merupakan garis tengah lingkaran, sehinggga aBPR = 900.
Maka titik R, P dan S terletak di satu garus lurus. Titik R dan S
merupakan titik penolong Cassini. Untuk mencari koordinat titik P, lebih
dahulu dicari koordinat - koordinat titik - titik penolong R dan S,
supaya dapat dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB 1 RS, maka
didapatlah sudut jurusan PB, dan kemudian sudut jurusan BP untuk dapat
menghitung koordinat-koordinat titik P sendiri dari koordinat -
koordinat titik B.
Metode
Cassini dapat digunakan untuk metode penentuan posisi titik menggunakan
dua buah sextant. Tujuannya untuk menetapkan suatu penentuan posisi
titik perum menggunakan dua buah sextant, termasuk. membahas tentang
ketentuan - ketentuan dan tahapan pelaksanaan pengukuran penentuan
posisi titik perum.
Metode
penentuan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pengukuran
penentuan posisi titik - titik pengukuran di perairan pantai, sungai,
danau dan muara. Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua titik bidik
terhadap posisi alat tersebut, posisi titik ukur perum adalah titik -
titik yang mempunyai koordinat berdasarkan hasil pengukuran.
Pengukuran Titik - Titik Detail
Untuk
keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran Kerangka Dasar
Vertikal yang menghasilkan tinggi titik - titik ikat dan pengukuran
Kerangka Dasar Horizontal yang menghasilkan koordinat titik - titik ikat
juga perlu dilakukan pengukuran titik - titik detail untuk menghasilkan
yang tersebar di permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah
pengukuran.Dalam pengukuran titik - titik detail prinsipnya adalah
menentukan koordinat dan tinggi titik - titik detail dari titik-titik
ikat. Metode yang digunakan dalam pengukuran titik - titik detail adalah
metode offset dan metode tachymetri. Namun metode yang sering digunakan
adalah metode Tachymetri karena Metode tachymetri ini relatif cepat dan
mudah karena yang diperoleh dari lapangan adalah pembacaan rambu, sudut
horizontal (azimuth magnetis), sudut vertikal (zenith atau inklinasi)
dan tinggi alat. Hasil yang diperoleh dari pengukuran tachymetri adalah
posisi planimetris X, Y dan ketinggian Z
Metode Pengukuran Offset
Metode
offset adalah pengukuran titik - titik menggunakan alat alat sederhana
yaitu pita ukur, dan yalon. Pengukuran untuk pembuatan peta cara offset
menggunakan alat utama pita ukur, sehingga cara ini juga biasa disebut
cara rantai (chain surveying). Alat bantu lainnya adalah :
Dari
jenis peralatan yang digunakan ini, cara offset biasa digunakan untuk
daerah yang relatif datar dan tidak luas, sehingga kerangka dasar untuk
pemetaanyapun juga dibuat dengan cara offset. Peta yang diperoleh dengan
cara offset tidak akan menyajikan informasi ketinggian rupa bumi yang
dipetakan.
Cara pengukuran titik detil dengan cara offset ada tiga cara:
- Cara siku - siku (cara garis tegak lurus),
- Cara mengikat (cara interpolasi),
- Cara gabungan keduanya.
Metode Pengukuran Tachymetri
Metode
tachymetri adalah pengukuran menggunakan alat - alat optis, elektronis,
dan digital. Pengukuran detail cara tachymetri dimulai dengan penyiapan
alat ukur di atas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik.
Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di
tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan
pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring . Metode
tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga
sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding. Kebanyakan pengukuran
tachymetri adalah dengan garis bidik miring karena adanya keragaman
topografi, tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak
lurus dan jarak miring "direduksi" menjadi jarak horizontal dan jarak
vertikal.
Pada
gambar, sebuah transit dipasang pada suatu titik dan rambu dipegang
pada titik tertentu. Dengan benang silang tengah dibidikkan pada rambu
ukur sehingga tinggi t sama dengan tinggi theodolite ke tanah.
Sudut
vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca sebesar a. Perhatikan bahwa
dalam pekerjaan tachymetri tinggi instrumen adalah tinggi garis bidik
diukur dari titik yang diduduki (bukan TI, tinggi di atas datum seperti
dalam sipat datar). Metode tachymetri itu paling bermanfaat dalam
penentuan lokasi sejumlah besar detail topografik, baik horizontal
maupun vetikal, dengan transit atau planset. Di wilayah - wilayah
perkotaan, pembacaan sudut dan jarak dapat dikerjakan lebih cepat dari
pada pencatatan pengukuran dan pembuatan sketsa oleh pencatat.
Tachymetri
"diagram' lainnya pada dasarnya bekerja atas bekerja atas prinsip yang,
sama sudut vertikal secara otomatis dipapas oleh pisahan garis stadia
yang beragam. Sebuah tachymetri swa-reduksi memakai sebuah garis
horizontal tetap pada sebuah diafragma dan garis horizontal lainnya pada
diafragma keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas dasar perubahan
sudut vertikal. Kebanyakan alidade planset memakai suatu jenis prosedur
reduksi tachymetri.